Mendidik anak sejak balita adalah tugas orangtua yang paling sulit. Pasalnya, usia balita merupakan masa di mana si kecil masih ingin bebas melakukan hal sesukanya. Cara yang ditempuh setiap orangtua pun berbeda-beda. Ada yang lebih sabar, tapi ada pula yang cenderung marah-marah atau bahkan melibatkan kekerasan seperti menjewer, memukul, atau membentak.
Salah-salah pilih cara mendisiplinkan anak yang keliru malah bisa membuat anak semakin membangkang dan kabur dari tanggung jawab. Daripada pakai kekerasan yang membuang-buang energi, lebih baik pakai cara yang lebih halus, tapi fokus dan ampuh mendisiplinkan anak. Bagaimana caranya?
Tips mendidik anak balita agar tumbuh disiplin hingga dewasa
1. Konsisten
Dilansir dari WebMD, Claire Lerner, seorang spesialis perkembangan anak, menyatakan bahwa sejak usia 2 sampai 3 tahun anak-anak bekerja keras untuk memahami bagaimana perilaku mereka memengaruhi orang-orang di sekitarnya. Lerner mengatakan bahwa pola asuh yang diterapkan secara rutin dan konsisten dapat membuat anak merasa lebih aman dan terlindungi. Anak menjadi tahu apa yang diharapkan oleh orangtuanya sehingga dapat bersikap lebih tenang saat diberikan perintah.
Ambil contoh, saat Anda mengatakan “jangan memukul” saat pertama kali si kecil memukul teman sebayanya, mungkin keesokan harinya si kecil bisa tetap memukul. Jika Anda kembali mengatakan “jangan memukul” saat hal ini terulang untuk yang kedua, ketiga, atau keempat kalinya, anak akan lebih memahami dan bersikap tenang untuk tidak memukul. Akan tetapi ingat, gunakan nada yang lebih tenang agar anak tidak merasa terancam dan justru membangkang.
Sementara jika Anda tak konsisten, maka si kecil akan merasa bingung. Contohnya, ketika suatu hari Anda tidak membolehkan si kecil bermain bola di dalam rumah tapi keesokan harinya Anda justru membiarkannya. Hal ini akan membuat sinyal anjuran dan larangan di otak anak bercampur sehingga anak tak tahu mana yang boleh dan tidak boleh. Maka tidak heran bila anak lambat laun menjadi tidak disiplin.
Lakukan berkali-kali, hingga si kecil mengerti dengan perintah yang Anda berikan. Si kecil akan menyerap perintah dan belajar melakukan hal yang sama setelah empat atau lima kali kejadian berulang.
2. Kenali pemicu tantrum pada anak
Tantrum adalah kejadian yang wajar terjadi pada setiap anak. Maka itu, setiap orangtua harus tahu betul apa yang membuat anaknya tantrum dan rewel. Kebanyakan anak, memang akan memiliki emosi yang meledak-ledak saat merasa lapar atau mengantuk. Nah, baiknya hindari waktu-waktu ini saat Anda ingin mengajarkan disiplin pada anak.
Misalnya, bila Anda ingin mengajarkan anak untuk disiplin waktu tidur, pastikan Anda dan si kecil berada di rumah pada jam-jam tidur siang dan malam. Jadi, hindari membawanya ke supermarket atau tempat lainnya saat si kecil mengantuk atau lapar.
Di sinilah diperlukan kerja sama Anda dan si kecil agar proses mendidik anak berjalan dengan lancar. Kalau anak masih tantrum, berikan mainan kesukaannya terlebih dahulu untuk memicu suasana hatinya lebih baik. Barulah setelah itu Anda bisa kembali mengajaknya bermain sambil belajar bertanggung jawab dengan apa yang si kecil lakukan. Jangan lupa untuk berikan pujian pada si kecil saat dia berhasil melakukan kegiatan positif versi dirinya.
3. Ikuti pola pikir anak
Cara mendidik anak sejak balita lainnya adalah dengan mengikuti pola pikir si kecil. Memang sangat mudah untuk merasa kesal saat si kecil membuat seisi rumah berantakan. Hari ini si kecil menggambar seluruh dinding rumah dengan krayon, lalu keesokannya menyebarkan mainan tanpa membereskannya lagi. Anda tentu pusing dibuatnya.
Namun ingat, pola pikir Anda tentu berbeda dengan pola pikir si kecil. Mungkin bagi Anda membereskan mainan adalah hal yang mudah dan dapat cepat diselesaikan, tapi belum tentu untuk si kecil.
Jadi, cobalah untuk mengikuti pola pikir anak. Pada anak seusianya, hal-hal seperti itu memang menjadi kegiatan yang menyenangkan. Ingat pula bahwa Anda pun melakukan hal yang sama saat seusianya. Ini karena usia balita adalah masa ketika si kecil belajar dan mengenal apa yang ada di sekitarnya.
Jadi, alih-alih kesal karena si kecil tidak mau disuruh untuk membereskan mainnanya. Anda bisa ikut membantu membereskan mainan tersebut dan memberi contoh yang baik padanya. Beri tahu ia jika hal ini penting untuk dilakukan dan adalah tugasnya. Dengan begitu, ia lama-kelamaan akan terbiasa untuk melakukannya. Jangan lupa berikan si kecil pujian jika ia berhasil membereskan mainannya sendiri.
4. Ciptakan lingkungan yang sesuai
Sekarang Anda sudah tahu bahwa si kecil sedang mengalami rasa penasaran yang tak ada habisnya dan ingin menjelajahi semua hal baru. Nah, untuk mengawali mendidik anak, hindari berbagai godaan yang dapat membuyarkan konsentrasi anak. Ya, menciptakan lingkungan yang kondusif dan sesuai dengan keadaan si kecil adalah cara mendidik anak yang tepat.
Misalnya, hindari akses TV, handphone, tablet, atau alat elektronik lainnya yang dapat mengganggu proses pembelajaran anak balita. Proses mendidik anak terkadang terganggu dengan tampilan video yang lebih menarik bagi si kecil daripada mainan di sekitarnya. Membaca buku atau mainan lainnya, justru lebih bisa merangsang kemampuan motorik dan sesoriknya.
Menurut Rex Forehand, Heinz, dan Rowena Ansbacher, profesor psikologi di University of Vermont, orangtua perlu menciptakan suasana yang kondusif saat mendidik anak mereka. Bahkan sSaat si kecil mulai membangkang, orangtua tidak boleh menghukum anak tetapi justru memindahkan mereka ke aktivitas lain yang dapat mengalihkan perhatiannya.
5. jangan ragu untuk memberi ‘hukuman’ pada anak
Banyak orangtua yang tak tega jika harus memberikan hukuman pada anaknya. Sebenarnya, ini juga diperlukan untuk menunjukkan sikap tegas dalam mendidik anak. Akan tetapi ingat, Anda juga harus mengukur hukuman yang diberikan pada si kecil, jangan terlalu memberatkan. Hal ini hanya dilakukan untuk membuat si kecil belajar disiplin.
Misalnya saja, saat si kecil memukul, menggigit, atau melemparkan makanannya, bawa si kecil ke kamarnya atau ke ruangan yang lebih privat. Kemudian, minta ia untuk diam di ruangan tersebut dan memikirkan apa yang telah ia lakukan selama beberapa saat. Di sini ajaklah anak untuk bersikap lebih tenang dan berikan pemahaman bahwa sikap si kecil perlu diperbaiki beserta alasannya. Misalnya saja, “Adik tidak boleh melempar makanan, ya. Nanti lantainya jadi kotor.”
Lakukan cara ini selama satu sampai dua menit, setidaknya sampai Anda selesai memberikan pemahaman pada si kecil. Jika sudah selesai, berikan tanda pada si kecil kalau dia sudah boleh pergi dari lokasi “hukuman” dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Dengan demikian, si kecil akan belajar bahwa tidak semua hal dapat dia lakukan begitu saja, terlebih jika itu merugikan orang lain. Si kecil tentu akan merasa tidak ingin kembali ke sudut ruangan dan menjalani hukuman lagi.
6. Tetap bersikap tenang
Hindari membentak atau memarahi si kecil saat dia tidak mau disiplin. Pasalnya, hal ini hanya akan membuat pesan positif yang Anda utarakan hilang begitu saja di benak si kecil. Ketika si kecil menangkap aura negatif dari amarah orangtua, dia hanya akan melihat bentuk emosinya dan tidak akan mendengar apa yang Anda katakan.
Usahakan untuk tetap bersikap tenang di depan si kecil. Tarik napas dalam-dalam, hitung sampai tiga, dan tatap mata Anda dalam-dalam. Menegur dan bersikap tegas bukan berarti harus disertai dengan emosi, bukan?
7. Berpikir positif
Tenang, tidak ada orangtua yang sempurna. Tidak perlu membanding-bandingkan kedisiplinan anak Anda dengan anak lain seusianya. Sebab setiap anak memiliki masa perkembangan yang berbeda-beda dan tidak bisa disamakan. Lakukan saja hal-hal terbaik yang Anda mampu lakukan.
Tidak peduli seberapa stres Anda berusaha mendidik si kecil agar disiplin, tetaplah berpikir positif. Percayalah bahwa Anda mampu mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Mintalah bantuan pasangan atau dokter anak untuk mendapatkan saran terbaik dalam mendisiplinkan anak.
Selama Anda konsisten dengan aturan yang Anda buat, niscaya si kecil akan belajar disiplin secara perlahan dengan hasil positif yang akan mengejutkan Anda.