KHOIRUUMMAHCILEDUG.SCH.ID - Militer Israel membunuh seorang komandan kelompok militan Palestina, Jihad Islam, dalam serangan di rumahnya di jalur Gaza, Selasa (12/11/2019). Serangan itu memicu ketegangan baru dan Eskalasi yang makin meningkat, yang sudah merenggut nyawa 20 warga Gaza. Dilaporkan AFP, Rabu (13/11/2019), serangan itu memicu serangan balasan dari Gaza, yang menembakkan hampir 200 roket ke Israel. Israel juga membalas tembakan roket dengan serangan udara.
Kementerian kesehatan Gaza melaporkan, total 10 orang tewas dan lebih dari 40 lainya luka di wilayah kantong palestina. Israel mengatakan, serangan udara itu menargetkan lokasi lokasi militan jihad Islam serta pasukan peluncur roket. Tembakan roket dari Gaza ke Israel menyebabkan kerusakan dan sejumlah orang luka-luka. Setidaknya satu roket menghantam sebuah rumah dan satu mobil yang melintas di jalan raya. Sebuah pabrik di kota Sderot juga terkena roket, memicu kebakaran. Petugas medis Israel mengatakan saat ini pihaknya merawat 46 orang, 21 diantaranya mengalami gejala stres terkait dengan tembakan roket, (Inews.id,13/11/2019).
Konflik Israel dan Palestina telah berlangsung lama, kekejaman zionis Israel telah banyak menelan korban. Lalu apa yang dilakukan kaum muslimin yang berjumlah 1,5 miliar? Selama ini seruan-seruan yang dilontarkan dari dunia Islam tidak lebih dari memberikan bantuan dana dan pengobatan. Semua sebatas mengobati korban. Sesungguhnya ini tidak cukup. Sebab, seharusnya ada yang mampu menghentikan apa yang telah dilakukan Israel.
Penderitaan muslim Gaza berlangsung terus berulang, entah sudah berapa banyak nyawa yang melayang, berapa banyak pertumpahan darah membasahi tanah palestina. Seolah tidak ada yang mampu menolong mereka, apalagi para penguasa muslim sudah terbelenggu ikatan nasionalisme dan perjanjian rahasia dengan penjajah dan pendukungnya. Inilah yang menyebabkan mereka bungkam melihat penderitaan saudaranya.
Sejatinya Islam telah menganjurkan untuk saling tolong-menolong kepada sesama saudara yang ditimpa kesusahan. Seperti digambarkan dalam hadis Nabi: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam” (H.R Bukhari dan Muslim).
Seharusnya pemimpin-pemimpin kaum muslimin bersikap tegas dalam menghadapi kaum kafir penjajah, bukan hanya sekedar melakukan negoisasi perdamaian. Negara-negara muslim tidak boleh kehilangan nyali saat berhadapan dengan negara-negara kafir. Karena sesungguhnya tanah Palestina adalah tanah wakaf milik kaum muslimin yang wajib dipertahankan.
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sultan Abdul Hamid dari kekhilafahan usmaniyah yang berhasil menjaga Palestina dari rongrongan Yahudi. Pada bagian pendahuluan buku Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II, dikutip tulisan seorang pemuda Turki, yaitu Hisyamuddin Aturk yang disebarluaskan di Istambul tahun 1957.
Dalam tulisan itu, Hisyamuddin berkata:“Theodore Hertzl dan Hakham Besar, keduanya telah menemui Sultan Abdul Hamid secara pribadi, dan meminta izin untuk membangun tempat tinggal orang-orang Israel secara terpisah di Al Quds. Abdul Hamid tidak memberikan sikap lain kecuali menolak mentah-mentah permintaan keduanya.” Lalu nama Sultan Abdul Hamid II tertulis dengan tinta emas sejarah sebagai penjaga dan pembela terakhir Palestina dan rongrongan Yahudi yang ingin merampasnya.
Kegigihan Sultan Abdul Hamid II mempertahankan Palestina tercermin dalam perkataannya yang terkenal sebagai berikut: “Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hakumat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silahkan menyimpan hartamereka. Jika khilafah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, selama aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ketubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Sungguh aku tidak setuju untuk mencabik-cabik tubuh kita sendiri, padahal kita masih hidup.”
Demikianlah sikap seorang pemimpin yang memposisikan dirinya sebagai perisai umat Islam dan tanah mereka. Namun sejak Islam tidak diterapkan sebagai peraturan hidup, darah umat islam begitu mudah ditumpahkan, kehormatannya dilecehkan, kekayaan mereka dijarah dan negeri mereka dijajah.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan semua masalah itu termasuk masalah Palestina diperlukan persatuan kaum muslimin di seluruh dunia. Persatuan inilah kelak yang mampu mendobrak sekat-sekat nasionalisme, dan mengetuk hati pemimpin-pemimpin kaum muslim untuk menolong saudaranya. Wallahu a’lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)
Oleh: Yuni Damayanti